Dare Towards Excellence
Dilema Negara Agraris
Oleh: Subandi Rianto
*Pengamat Kebijakan Publik,
Alumni Departemen Sejarah Universitas Airlangga
Beberapa tahun lalu, Presiden Soeharto pernah menerima penghargaan FAO PBB atas keberhasilan Indonesia melakukan swasembada pangan. Kini setelah hampir puluhan tahun lengser. Wajah senyum Presiden RI kedua tersebut masih sering menghiasi bak-bak belakang truk antar kota. Atau kaos-kaos trendy yang dijual di pusat wisata seperti Malioboro. Wajah senyum dengan tulisan “piye, enak jamanku tho?” semakin mengingatkan kita masa-masa kejayaan petani Indonesia.
Seminggu lalu, khususnya para ibu-ibu bisa merasakan harga tahu dan tempe semakin melonjak. Akibat harga kedelai semakin tidak terkendali, tahu dan tempe ikut terkerek naik. Peran importir dan spekulan dalam menentukan harga kedelai lebih besar ketimbang petani. Bulan sebelumnya, harga daging sapi ikut bergejolak akibat permainan importir. Tendensi meminggirkan petani dari peran strategis tataniaga pasar semakin terlihat. Pokok persoalannya adalah komoditi petani semakin tersingkir dan memulai senjakala kesejahteraan petani. Semua dimulai dari sistem ekonomi era reformasi yang cenderung kapitalis.
Semenjak UU Pokok Agraria disahkan 24 September 1946 peran petani diperluas dalam sistem penguasaan tanah, produksi dan distribusi hasil-hasil bumi. Reformasi UU Agraria dilakukan karena negara melihat pengelolaan tanah terlalu liberal dan menjadikan petani hanya sebatas alat produksi. Atas perintah Presiden Soekarno, Prof. Sajogyo kemudian membentuk tim reformasi UU Agraria menjadi UU Pokok Agraria. Semangat reformasi adalah mengembalikan pengelolaan tanah kepada petani, meningkatkan kesejahteraan petani serta memperkuat perlindungan negara atas komoditi lokal.
Sayangnya, peran BULOG dalam regulasi sembako sempat dicabut dan membuat harga-harga kebutuhan pokok menjadi permainan spekulan. Hari ini, petani Indonesia memproduksi beras, tidak lama datang beras impor. Hari ini petani garam memproduksi garam, sebentar kemudian pemerintah membuka keran impor. Salah kaprah penataan tata niaga pertanian dan pengelolaan pertanian menjadi pekerjaan berat pemerintah hingga era millennium hari ini. Tidak salah jika petani, buruh dan rakyat kecil masih menyimpan memori pemerintahan Soeharto yang bersahabat dengan petani. Pekerjaan rumah selanjutnya adalah menata ulang peran negara dalam melindungi petani serta mengembalikan semangat agraria di tangan petani Indonesia. Selamat Hari Tani Indonesia.
Tags:
Contact
INTEGRITAS Institute
Gubeng Kertajaya I1 No 21 Surabaya
Twitter: @subandirianto
FB : subandi rianto
Web: www.subandirianto.com
Pin BBM 7D3B001C
subandi.rianto@gmail.com. subandi-r-09@fib.unair.ac.id
BEM Seluruh Indonesia
File Pra-Rapat Koordinasi Nasional Aliansi BEM Seluruh Indonesia Tahun 2012
—————